Jumat, 03 Mei 2013

Aku seakan tidak menemukan bibirku yang nyerocos kayak petasan



Kenalkan aku Vanya, kemarin senja lalu aku baru saja menghadiri acara pernikahan sahabatku. Iya kami bisa dibilang menjadi sebuah genk, atau bisa saja kami dinamakan sekumpulan wanita aneh yang jika sudah bertemu sudah tak peduli akan hal lain. Hanya ingin perduli dengan kegembiraan dan kesenangan kami. Satu dari enam sahabatku ini melepas masa lajang paling awal, kami baru berpisah satu tahun dari masa bangku abu-abu. Tapi jodoh ternyata sudah memihak padanya terlebih dahulu. Dari enam wanita ini, dialah yang mungkin paling dekat dan lebih dekat denganku. Sekarang mungkin harus ada sedikit sekat pemisah yaitu suaminyaa.
            Sudahlah ini bukan dan akan membahas dia sahabat tercintaku. Tapi sedikit mencertiakan hati yang telah jatuh dan retak kembali setelah kucoba beberapa kali untuk memungutnya dan menyatukannya. Tanpa aku karang dan kurencanakan ternyata di resepsi pernikahan lalu aku bertemu dengan kawan lamaku, dia temanku, ketika kami menginjak kelas 3 bangku menengah atas kami terlihat semakin dekat. Tapi kamu menikmatinya dan menamakannya sebagai persahabatan.
            Suasana malam lalu ketika kami bertemu masih sama, iya masih sama tetap dengan gaya khasku yang selalu manja dan melontarkan segala celoteh yang menurut orang awam menganggap kami berbeda. Tapi bagi kami tak ada yang berbeda. Mungkin ini pertemuan pertama kami setelah beberapa bulan tidak bertemu, ahh bukan beberapa bulan lagi sepertinya. Tapi hampir satu tahun kami sudah tidak pernah bertemu.
            Entahlah awan hitam yang menyelimuti kegalauan hatiku setara menyingkir menghilang. Aku hanya bisa tersenyum lebar ketika bersamanya. Merasa bisa menjadi diriku sendiri. Mengajarkanku kedewasaan dan memberikanku sosok kehangatan sebagai seorang wnita. Kamu berbeda. Dulu memang tak pernah sedetik bahkan sekejap pun memikirkan keadaan yang menggunakan perasaan dan hati. Aku saja mungkin yang tidak ingin terjebak.
            Mungkin yang aku takutkan lagi-lagi harus terjadi entah untuk berapa lama dan berapa waktu aku juga tidak tau. perasaaanku diliputi gundah, diliputi gulana. Aku mengharapkan seseorang yang jauh lebih dewasa daripadaku dan akhirnya dia yang menampakkan diri, teringat celotehnya yang membuatku selalu tertegun.
            Atau mungkin kita bercanda sudah dalam batas yang tidak sewajarnya. Atau memang aku sudah termakan kejatuhan hatiku padanya. Entahlah, aku hanya ingin berfikir ketika baikku nanti aku akan bertemu dengannya jika kami bersama. Aku hanya memegang teguh “jodoh takkan lari kemana”. Iya aku percaya, ketika lalu bertemu dnegannya pun aku tetap percaya bahwa aku masih sama seperti dulu tidak seperti perasaan akan hal-hal lain yang memenuhi ruang hatiku.
            Lalu, iyaa malam lalu aku yang biasanya seenaknya sendiri ketika berbicara, aku yang biasanya hanya memikirkan hatiku sendiri. Sedikit salah gaya dan tingkah. Aku seakan tidak menemukan bibirku yang nyerocos kayak petasan. Iyaa di depan ibunya dan dia aku seakan salah langka. Entah ini perasaan apa, hingga sampai detik ini ketika mungkin dia tak menganggap satu pesan darinya untukku adalah penting. Aku hanya ingin berdoa dan berbicara pada tuhan. Tuhan, aku yang salah telah menempatkan hati bukan pada wadahnya. Indah dalam hatiku tapi tidak untuknya.
            Mengenang ketika kami masih sangat erat sebagai teman, membayangkan biduk cinta bukan cinta, keihklasan berkeluarga. Aku dan dia, tentang rumah kami, anak kami, orangtua kami, dan perkerjaan kami yang menjadikan kami kadang terlena membayangkan mimpi. Jika garis takkan terputus. Mungkin teman akan merubah makna menjadi teman hidup dalam keluarga yang indah.
n                                                    Untuk kamu penulis makna antara kosakata baku dan semu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar