Kenalkan aku Vanya, kemarin senja lalu aku baru saja
menghadiri acara pernikahan sahabatku. Iya kami bisa dibilang menjadi sebuah
genk, atau bisa saja kami dinamakan sekumpulan wanita aneh yang jika sudah
bertemu sudah tak peduli akan hal lain. Hanya ingin perduli dengan kegembiraan
dan kesenangan kami. Satu dari enam sahabatku ini melepas masa lajang paling
awal, kami baru berpisah satu tahun dari masa bangku abu-abu. Tapi jodoh
ternyata sudah memihak padanya terlebih dahulu. Dari enam wanita ini, dialah
yang mungkin paling dekat dan lebih dekat denganku. Sekarang mungkin harus ada
sedikit sekat pemisah yaitu suaminyaa.
Sudahlah
ini bukan dan akan membahas dia sahabat tercintaku. Tapi sedikit mencertiakan
hati yang telah jatuh dan retak kembali setelah kucoba beberapa kali untuk
memungutnya dan menyatukannya. Tanpa aku karang dan kurencanakan ternyata di
resepsi pernikahan lalu aku bertemu dengan kawan lamaku, dia temanku, ketika
kami menginjak kelas 3 bangku menengah atas kami terlihat semakin dekat. Tapi
kamu menikmatinya dan menamakannya sebagai persahabatan.
Suasana
malam lalu ketika kami bertemu masih sama, iya masih sama tetap dengan gaya
khasku yang selalu manja dan melontarkan segala celoteh yang menurut orang awam
menganggap kami berbeda. Tapi bagi kami tak ada yang berbeda. Mungkin ini
pertemuan pertama kami setelah beberapa bulan tidak bertemu, ahh bukan beberapa
bulan lagi sepertinya. Tapi hampir satu tahun kami sudah tidak pernah bertemu.
Entahlah
awan hitam yang menyelimuti kegalauan hatiku setara menyingkir menghilang. Aku hanya
bisa tersenyum lebar ketika bersamanya. Merasa bisa menjadi diriku sendiri. Mengajarkanku
kedewasaan dan memberikanku sosok kehangatan sebagai seorang wnita. Kamu berbeda.
Dulu memang tak pernah sedetik bahkan sekejap pun memikirkan keadaan yang
menggunakan perasaan dan hati. Aku saja mungkin yang tidak ingin terjebak.
Mungkin
yang aku takutkan lagi-lagi harus terjadi entah untuk berapa lama dan berapa
waktu aku juga tidak tau. perasaaanku diliputi gundah, diliputi gulana. Aku mengharapkan
seseorang yang jauh lebih dewasa daripadaku dan akhirnya dia yang menampakkan
diri, teringat celotehnya yang membuatku selalu tertegun.
Atau
mungkin kita bercanda sudah dalam batas yang tidak sewajarnya. Atau memang aku
sudah termakan kejatuhan hatiku padanya. Entahlah, aku hanya ingin berfikir
ketika baikku nanti aku akan bertemu dengannya jika kami bersama. Aku hanya
memegang teguh “jodoh takkan lari kemana”. Iya aku percaya, ketika lalu bertemu
dnegannya pun aku tetap percaya bahwa aku masih sama seperti dulu tidak seperti
perasaan akan hal-hal lain yang memenuhi ruang hatiku.
Lalu,
iyaa malam lalu aku yang biasanya seenaknya sendiri ketika berbicara, aku yang
biasanya hanya memikirkan hatiku sendiri. Sedikit salah gaya dan tingkah. Aku seakan
tidak menemukan bibirku yang nyerocos kayak petasan. Iyaa di depan ibunya dan
dia aku seakan salah langka. Entah ini perasaan apa, hingga sampai detik ini
ketika mungkin dia tak menganggap satu pesan darinya untukku adalah penting. Aku
hanya ingin berdoa dan berbicara pada tuhan. Tuhan, aku yang salah telah
menempatkan hati bukan pada wadahnya. Indah dalam hatiku tapi tidak untuknya.
Mengenang
ketika kami masih sangat erat sebagai teman, membayangkan biduk cinta bukan
cinta, keihklasan berkeluarga. Aku dan dia, tentang rumah kami, anak kami,
orangtua kami, dan perkerjaan kami yang menjadikan kami kadang terlena
membayangkan mimpi. Jika garis takkan terputus. Mungkin teman akan merubah
makna menjadi teman hidup dalam keluarga yang indah.
n
Untuk kamu penulis makna antara kosakata baku
dan semu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar