Se-cemburu-nya aku,
Mungkin karena keadaan yang belum terbiasa ku nikmati dengan
segala yang kamu ceritakan.
Se-cemburu-nya aku,
Mungkin karena aku terlalu menyayangimu, dan terlalu pesimis
dengan diriku sendiri yang sedang terbentang dengan keadaan.
Se-cemburu-nya aku,
Aku masih ingin bersikap dewasa dan menjadi dewasa di depanmu,
apa yang bisa aku lakukan, sesegera mungkin ku berjalan dan bertindak.
Se-cemburu-nya aku,
Masih takut menampakkannya di depanmu. Apa kabar kedewasaan jika
aku tetap bersikukuh dengan hal itu?
Se-cemburu-nya aku,
Aku tak pernah melarangmu dengan sejuta hobbymu, dukunganku
karena aku tau kau tak pernah melupakanku.
Se-cemburu-nya aku,
Aku tau dan paham hal mana yang harusnya aku perlihatkan dan tak
aku perlihatkan.
Lantas, jika se-cemburu-nya aku tak Nampak nyata?
Lalu aku berkata padamu, cemburuku tanda jika aku menyayangimu
dan aku tak ingin bercelah darimu.
Bukan untuk semua yang kamu lakukan, karena aku tau
se-cemburu-nya aku.
Aku kadang menakuti diri sendiri jika itu tak baik untuk kulakukan.
Se-cemburu-nya aku, kecup keningku, rangkul aku dalam diamku. Ketika
aku menangis, itu karena aku tak mampu berkata sepatah pun denganmu.
Se-cemburu-nya aku jangan lelah menemani dan meladeni gadis
kecil berpita merah ini.
Se-cemburu-nya aku sekali lagi aku tak ingin ada yang merasa
salah dan kalah. Karena kita adalah pemenang pada waktunya.
Se-cemburu-nya aku, kamu adalah cemburu terhebat dalam dekapan
Tuhan.
Rasa percaya untukmu masih terpampang nyata.
Rasa yang tak pernah akan salah.
Rangkul dan kecup keningku, tersayang.