“Entahlah aku benar-benar sudah takut, benar-benar
sudah iri , iri dengan keadaanku yang dulu. Dimana aku? Aku yang dulu begitu
begitu senang jika bermimpi tentangnya. Dan bukannya aku juga slalu
mengharapkan untuk selalu bermimpi dengannya??
Iya inilah
aku dengan seribu mimpiku yang seperti nyata. Yang entah darimana datangnyaa
dan asalnya. Yang aku tw sekarang aku harus berusaha, iyaa berusaha sekuat
hatiku untuk melepaskannya. Melepaskannya dari genggaman hatiku. Aku tak ingin
lagi terjebak dalam baying-bayang kefanaan yang tak mungkin bisa aku dapatkan. Semuanyaa
ada karena izin dan kehendak Allah jadi
sekarang biarkan aku pergi dan melepasnyaa karena Allah. Walaupun aku tau,
hanya aku yang merasakan perasaan ini. Bukan dia, iyaa bukan dia yang aku
harapkan kehadirannya. Hanya aku sendiri disini.
Sedikit semuku yang berujung pilu, ingin ku
hempaskan tubuh, berlabur air yang bisa memenuhi tubuhku. Agar aku tw sesak
termakan seglonggong air yang menerkam hati.
Aku berusaha menghibur diriku sendiri membuatku lupa
akan cinta semu yang ku atas namakan Allah, tapi tak pernah aku dapatkan Allah
yang selalu berada dalam relungku. Yang selalu mengisi hari-hariku untuk
mendapatkan ridho darinya. Suatu malam yang lalu aku tertidur dikamarku. Dengan
entah apa yang kupikirkan entah apa yang sudah aku bayangkan sebelumnya atau
entah apa yang sudah aku bayangkan kemarin.
Sepertiga malam, bukannya aku meminta ridho dan
bercerita dengan-Nya. Aku malah sibuk pindah tempat tidur bergulat bersama
bantal dan guling yang mengalihkan kewajiban dan tugasku. Entahlah apa gambaran
yang diberikan-Nya padaku.
Aku seperti dalam keadaan nyata aku bukan dan tidak
sedang bermimpi bersama dia dan dia. iyaa dia yang mengusik jiwaku hampir
menginjak dua belas bulan ini, dulu jangankan aku pernah bermimpi tentangnyaa. Mengingat
dia saja pun aku sudah lupa.
Entah karena apa, iya entah karena apa sampai
sekarang aku sudah berusaha keras menghapus hal yang dinamakan fitrah ini. Aku
sudah mengalihkan semua perhatianku tentangnyaa. Tentang dia yang selalu
menegurku dikala aku salah.
Senja gelap di lusa petang kemarin, aku tertidur
dalam bayangan nyata seperti kejadian aslinya. Harapan lebih yang telah sirna
membuat aku harus mengubur rapat dan dalam hal yang ku inginkan. Hanya satu
bukti cinta, nanti ketika kita bersama akan kuberi tahu semuanyaa.
Sendiriku, bukannya kamu yang aku harapkan hadir di
dalam rumah mungilku yang beratapkan kain kain alam yang kusam, jika siang
seperti tertembus bintang-bintang.
Malah aku yang bersambang dirumahmu dengan saudaraku
dan temannya. Aku duduk diruangan yang dinamakan ruang tamu. Entah apa yang aku
pikirkan sepertinya aku hanya berharap bertemu dan berbicara denganmu. Hingga entah
pukul berapa, kau akhirnya duduk bersama kami. Awal pertama kita berbicara,
inikah yang dinamakan bahagia? Aku seperti baru merasakannya.
Sebelum aku datang ternyata sudah ada dua perempuan
lain yang entah dia sebagai teman atau saudara yang mempunyai niat dan tujuan
yang sama sepertiku.
Aku sedikit mendengarkan pembicaraanmu walaupun
sama-samar. Kamu mengatakan masih menginginkan aku dan dia. Entah dia siapa? Yang
aku tw ada dua perempuan yang bertamu sama sepertiku.
Setelah kamu tinggalkan aku diruang tamu sendirian
kamu kembali, masih dengan dua perempuan yang sama denganmu. Tapi wajah mereka
dan wajahmu sudah berubah dengan senyum yang begitu indah dan dengan sebuah
buku ditangan perempuan itu.
Ahh, betapa aku tidak menyangka. Kamu ternyata ingin
melamarku kamu ingin aku menjadi istrimu, tapi dengan syarat yang harus aku
penuhi.
Kenapa aku tak memberikan syarat padamu?? Iyaa karena
aku sudah yakin bahwa aku takkan salah memilih.
Aku takkan pernah salah memilih dirimu yang sudah aku tau bagaimana kualitasmu.
Mungkin ketika itu dunia sedang berputar dan
malaikat sedang turun, kulihat semua orang begitu indah dengan senyumannya. Mereka
seperti mengikhlaskan kamu menyandingku karena Allah.
Satu perempuan itu berbicara denganku “dia akan
segera melamarmu, jika kamu sudah bisa menghafalkan beberapa ayatdan surat yang
ada di buku ini. Kamu minta dberi waktu berapa hari?’ ucapnyaa.
Aku yang begitu senang dan girang langsung menjawab
tanpa ragu bahwa aku hanya membutuhkan waktu tiga hari, iyaa tiga hari saja.
Terlihat kamu masih menyunggingkan senyummu untukku.
Ohh betapa senangnyaa aku. Apa yang selama ini aku
dambakan, aku harapkan dan selalu terlantun dari setiap ayat dan doa yang aku
lantunkan terwujud sudah.
Begitu terasa pendek waktu yang aku lalui denganmu. Kita
berjalan bersama tetap dengan saudara dan dua perempuan itu. Kita berbincang
tentang kita sendiri. Sudah bukan angan-angan lagi sekarang kamu berada
disampingku. Kamu berada disampingku dan kita sudah berbincang. Hal yang tak
pernah aku bayangkan sebelumnya.
Senja berganti waktu sepertinya kita sudah digiring
pulang oleh sang Pencipta.
Dirumahmu terlihat bibi, bibi??
Bibi yang menerima paketku. Dan dia tau bahwaa aku
adalah pengirimnya,paket yang sudah lama aku kirimkan untukmu tanpa nama.
Ahh,ternyata kamu juga sudah tau bahwa paket itu
dari aku.
Dua perempuan itu masih menatapku dengan keadaan
yang sama. Tapi bibi begitu menyukaiku dia seperti tau perasaanku.
Aku aku yang terlalu senang dengan syarat lamaranmu,
aku ingin segerapulang, aku ingin segera mengakhiri hari ini dan iyaa aku ingin
segera menghafalkan ayat dan surat ini.
Agar nanti tiga hari lagi, kau datang untuk
memintaku pada orangtuaku.
Pamitku pulang belum terlontar dan terucap..
“Ahh, sudah pukul 6 ternyata”.
Seketika aku sadar, seketika aku ingin menangis dan
seketika itu pula aku ingin berteriak.
Scenario ini hanya mimpi, scenario ini hanya bunga
tidur.
Lantas apaa? Apakah aku harus bahagia? Atau apakah aku
harus bersedih?
Aku begitu merasakan nyata di dalam pelupukku
sendiri.
Aku begitu merasakan indah dalam mimpi yang telah ku
anggap nyata itu.
Atau, apakah ini pertanda bahwa Allah tak suka??
Secepatnya aku mungkin harus segera beranjak pergi".
Malang, Duapuluhdua April Duaribu Tigabelas