Senin, 09 September 2013

Aku Masih Menggambar Paras di Depan Bayangan



Sekujur tubuhku gemetar
Ku tengok detik demi detik lintasan jam di dinding dan yang melingkar ditangan.
Mulut sudah komat-kamit seperti para petuah yang ingin membacakan doa.
Hati dan raga ikut kelimpungan tak karuan, bahagia, cinta semua merajuk tak terkira.
Tangan sedari tadi sudah menyimpul-nyimpulkan ujung lengan yang penuh bordiran.

Sedari subuh rumah sudah bau wewangian.
Terdengar suara musik klasik yang ayah putar.
Ibu-ibu beradu argument dan masakan di ujung ruangan.
Aku masih menggambar paras di depan bayangan.

Waktu tinggal sejengkal lagi saat pagi kau kirimkan pesan.
Tuturmu ini adalah bukti kasih sayang.
Ucapmu ini adalah kesetiaan waktu.
Cakapmu ini adalah kejamnya hujaman jarak yang tak bertuan.

Terdengar kanak kecil berteriak kau telah terlihat dari kejauhan.
Bersama rombongan yang menenteng beberapa barang dan keranjang. Arak-arakan.
Hati semakin berdegup kencang, membayangkan raut wajah saat berhadapan.
Masuklah pelataran rumah sebagai tempat kita bersua.

Ku dengar suara pria separuh baya yang meminta dan bersalaman dengan ayah.
Akrab sekali, mereka berangkulan, di sisi lain perempuan sepantaran sedang merangkul mamah.
Entah apa yang mereka utarakan, ku lihat mereka begitu bertabur kasih-kasih kesenangan.
Kau masuk dalam tawa mereka, aku masih tertunduk diam, dan masih malu-malu menatap.

Ahh, inikah rasanya bahagia, atau aku ingin terlihat anggun seharian.

Berdiri perempuan yang sedari tadi akrab dengan mamah.
Menghampiriku, lalu menyuruhmu memasangkan cincin ditangan.
Sayang, lamaran telah terutarakan.
Aku menerimamu sebagai calon imam, dan calon masa depan yang sudah tergambar.

Terimakasih tuhan, janji sekarang sudah terikrarkan.
Bukan lagi antara aku kamu dan tuhan, tapi dengan saksi berpasang bola mata yang berhadapan.
Bingkisan keranjang kotak demi kotak yang kau bawa kau bilang hadiah karena aku mampu bertahan.
Terimakasih bisa bertahan sampai nanti tinggal sejalan lagi, satu langkah kan teraih.

Jauh dari ujung sana kau membawa sanak saudara.
Mengutarakan semua niat untuk memintaku pada ayah dan mamah.
Hantaran yang kau bilang tak seberapa bagiku itu istimewa.
Kau benar hanya jarak dan waktu yang mampu menjawab bahwa ini …

Ini bukti, jarak dan waktu tak bertuan yang menguji kesetiaan dan pengucapan.

            Buat kak Putri Longlast yaa kak :’)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar